Esamesta.com, Dunia – Pada awal Oktober 2025, nama Greta Thunberg kembali mencuri perhatian dunia. Aktivis iklim asal Swedia itu ditahan oleh pasukan Israel setelah kapal yang ditumpanginya, bagian dari armada Global Sumud Flotilla, dicegat di Laut Mediterania. Armada tersebut berlayar membawa bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan berusaha menembus blokade laut Israel.
Greta bergabung dengan kelompok Freedom Flotilla Coalition dalam pelayaran Global Sumud Flotilla pada Agustus 2025. Armada ini terdiri atas sedikitnya 40 kapal dan sekitar 500 peserta dari berbagai negara, termasuk Greta. Mereka berangkat dari Spanyol pada akhir Agustus dengan misi mengirim bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan menantang blokade laut Israel yang diberlakukan sejak Hamas mengambil alih wilayah itu pada 2007.
Pada Rabu, 1 Oktober 2025, Angkatan Laut Israel mencegat flotilla di perairan internasional. Menurut Kementerian Luar Negeri Israel, pihaknya telah menghubungi flotilla dan meminta mereka mengubah arah sebelum menaiki 39 kapal. Para peserta menyebut tindakan itu sebagai serangan ilegal terhadap warga sipil tak bersenjata, karena kapal berada di perairan internasional. Greta dan ratusan aktivis lainnya kemudian ditahan Israel dan memicu kecaman luas di berbagai negara.
Beberapa aktivis internasional yang dideportasi dari Israel menuduh pasukan Israel memperlakukan Greta Thunberg dengan kasar. Sebanyak 137 aktivis yang dideportasi tiba di Istanbul, termasuk 36 warga Turki serta aktivis dari Amerika Serikat, Italia, Malaysia, Kuwait, Swiss, Tunisia, Libya, Yordania, dan negara lain.
Jurnalis Turki sekaligus peserta flotilla, Ersin Celik, mengatakan kepada media lokal bahwa ia menyaksikan pasukan Israel menyiksa Greta Thunberg. Ia menggambarkan bagaimana Greta diseret di tanah dan dipaksa mencium bendera Israel. Jurnalis Italia Lorenzo Agostino juga mengatakan, “Greta Thunberg, perempuan pemberani berusia 22 tahun, dipermalukan, dibungkus dengan bendera Israel, dan dipertontonkan seperti trofi.” Presenter televisi Turki Ikbal Gurpinar menambahkan, “Mereka memperlakukan kami seperti anjing. Mereka membiarkan kami kelaparan selama tiga hari. Tidak memberi air; kami harus minum dari toilet.”
Para tahanan kemudian dipindahkan ke penjara Ktzi’ot di Gurun Naqab (Negev). Menurut laporan Hindustan Times pada Senin, 6 Oktober, pemerintah Israel mengumumkan bahwa Greta Thunberg dan 170 aktivis lainnya telah dideportasi ke Yunani dan Slovakia.
Penahanan Greta di Global Sumud Flotilla bukan yang pertama. Sebelumnya, pada Juni 2025, ia ikut dalam pelayaran bersama lainnya di kapal Madleen, bagian dari Freedom Flotilla Coalition, yang juga berupaya mengirim bantuan ke Gaza. Kapal itu dicegat di perairan internasional oleh pasukan Israel dan seluruh 12 aktivis di dalamnya ditahan sebelum akhirnya dideportasi.
Profil Greta Thunberg
Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg lahir di Stockholm, Swedia, pada 3 Januari 2003, dari pasangan penyanyi opera Malena Ernman dan aktor Svante Thunberg. Ia mulai menyadari krisis iklim pada usia delapan tahun dan bertekad menurunkan jejak karbonnya: berhenti naik pesawat, menjadi vegan, dan mendorong keluarganya melakukan hal serupa.
Pada usia 12 tahun, Greta didiagnosis memiliki gangguan spektrum autisme, yang ia sebut sebagai “kekuatan super” karena membuatnya fokus dan tak mudah terdistraksi oleh tekanan sosial.
Nama Greta mulai dikenal luas sejak Agustus 2018, ketika ia memulai aksi School Strike for Climate di depan Parlemen Swedia. Aksi kecil itu berkembang menjadi gerakan global Fridays For Future, diikuti pelajar dari berbagai negara.
Dalam pidatonya di Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP24) di Katowice, Polandia, Desember 2018, ia juga menegur para pemimpin dunia. “Kalian tidak cukup dewasa untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya. Bahkan beban itu kalian tinggalkan pada kami, anak-anak.”
Pidatonya di Sidang Aksi Iklim PBB di New York, September 2019, juga menjadi ramai di media sosial. “Kalian telah mencuri mimpi dan masa kecil saya dengan kata-kata kosong,” kata Greta di hadapan para pemimpin dunia.
Setelah menjadi ikon gerakan iklim global, Greta mulai memperluas aktivismenya. Dalam Youth4Climate Summit pada 2021, ia menuding para pemimpin dunia berkhianat terhadap generasi muda dan hanya mengundang anak muda pilihan untuk berpura-pura mendengarkan.
Greta kemudian menerbitkan The Climate Book pada Oktober 2022, lalu kerap turun dalam demonstrasi menentang industri bahan bakar fosil. Pada Juni 2023, ia lulus dari SMA dan pada Oktober ia sempat ditangkap di London saat memprotes Energy Intelligence Forum.
Dukungan terhadap Palestina ia suarakan sejak Oktober 2023, melalui unggahan foto di media sosial dengan poster “Stand With Gaza.” Setelah mendapat kritik, Greta menegaskan, “Saya menentang serangan Hamas terhadap warga sipil, tetapi dunia juga harus menyerukan gencatan senjata segera dan kebebasan bagi Palestina.”
Pada Mei 2024, ia sempat ditangkap di Universitas Kopenhagen saat memprotes perang Gaza, dan bulan berikutnya ikut mendirikan tenda protes di Universitas Stockholm. “Mahasiswa telah muak dengan keterlibatan institusi mereka dalam genosida di Gaza,” tulisnya di Instagram. (sam)







