Umrah Mandiri: Cara Baru Ibadah Warga RI di Tanah Suci

Esamesta.com, Berita – Pemerintah Republik Indonesia kini telah melegalkan pelaksanaan umrah mandiri melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Keputusan ini memberi ruang bagi warga Indonesia untuk melakukan ibadah umrah tanpa melalui biro perjalanan atau agen resmi.

Kebijakan ini dianggap sebagai langkah progresif yang memperluas pilihan bagi umat Islam, tetapi juga menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian masyarakat menyambut baik kebijakan ini karena memberikan kebebasan dalam menjalankan ibadah. Namun, di sisi lain, para penyelenggara travel haji dan umrah merasa khawatir dengan potensi pengurangan peran mereka dalam industri ini.

Poin-Poin Penting Terkait Kebijakan Umrah Mandiri

Undang-undang tersebut mencantumkan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu lewat Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), secara mandiri, atau melalui Menteri. Dengan demikian, masyarakat kini memiliki opsi untuk berangkat ke Tanah Suci tanpa perantara biro perjalanan.

Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa legalisasi umrah mandiri justru memperkuat perlindungan negara terhadap jemaah. “Jemaah umrah mandiri, ketika dilegalkan dalam undang-undang, secara otomatis terlindungi oleh negara,” ujarnya.

Baca Juga :  Pendaftaran Pilgub Jambi Tinggal Hitungan Hari Saja, Cek Jadwalnya

Perlindungan Jemaah di Tanah Suci

Dahnil menekankan bahwa seluruh unsur pemerintah, termasuk Kementerian Haji dan Umrah serta Kementerian Luar Negeri, memiliki tanggung jawab penuh terhadap keselamatan jemaah. Hal ini bermula dari keprihatinan sebagian publik terkait keberlangsungan warga RI yang berangkat menunaikan ibadah Haji dan Umrah di Arab Saudi.

“Peran negara, peran Kementerian Haji dan Umrah, peran Kemenlu, dan para atase semuanya otomatis punya tanggung jawab terhadap perlindungan terhadap mereka,” tegas Dahnil.

Ia juga memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan mematikan usaha biro perjalanan. Pemerintah akan menjaga ekosistem ekonomi haji dan umrah agar tetap sehat. “Artinya, di luar perusahaan travel, tidak boleh ada yang menghimpun calon-calon jemaah umrah untuk berangkat ke Saudi Arabia,” tambahnya.

Adaptasi terhadap Kebijakan Arab Saudi

Di sisi lain, Kementerian Haji dan Umrah RI menilai regulasi baru ini sebagai bentuk penyesuaian terhadap dinamika kebijakan pemerintah Arab Saudi yang kini membuka akses visa umrah secara lebih fleksibel. Menurut Dahnil, regulasi ini penting agar masyarakat tetap terlindungi meski memilih berangkat tanpa agen.

Baca Juga :  Alasan Emak-emak Dukung H Abdul Rahman-H Andi Muhammad Guntur, Ramah dan Suka Bergurau

“Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari,” ungkap Dahnil. “Untuk itu, perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” imbuhnya.

Penolakan dari Asosiasi Travel

Di lain pihak, asosiasi dan biro perjalanan umrah hingga kini masih menolak kebijakan tersebut. Sebagian dari mereka menilai, legalisasi umrah mandiri akan mengurangi peran travel resmi dan mengacaukan mekanisme keberangkatan yang selama ini sudah berjalan.

Kendati demikian, pemerintah berpendapat, praktik umrah mandiri sebenarnya telah berlangsung sebelum undang-undang ini disahkan. Bedanya, kini ada payung hukum yang jelas untuk memastikan keamanan, ketertiban administrasi, dan perlindungan jamaah.

Jeratan Bui-Denda untuk Umrah Mandiri Ilegal

Terkait dengan hukum, terdapat sanksi berat bagi individu atau perusahaan yang mencoba memanfaatkan celah umrah mandiri tanpa izin resmi. Berdasarkan Pasal 122 UU Haji dan Umrah, Dahnil menyebut pihak yang bertindak sebagai penyelenggara tanpa izin atau memberangkatkan jamaah tanpa hak dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.

Baca Juga :  Sekda Dorong Pengusaha Batubara Cepat Selesaikan Jalan Khusus

“Setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran jemaah juga dapat dipidana hingga 8 tahun penjara,” imbuhnya. Dahnil bahkan menegaskan, skema umrah mandiri bersifat personal dan tidak boleh digunakan untuk menghimpun jamaah secara kolektif.

Benang Merah Pro-Kontra Umrah Mandiri

Meskipun menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, kebijakan umrah mandiri menunjukkan arah baru pemerintah dalam mengimbangi dinamika kebijakan global. Di tengah sistem digitalisasi visa dan meningkatnya mobilitas warga, ada payung hukum yang perlu dibenahi tanpa membatasi praktik ibadah di Tanah Suci.

Kini, tantangan terbesar ada pada pelaksanaannya di lapangan, tentang sejauh mana pemerintah mampu menegakkan aturan dan memastikan tidak ada praktik penipuan berkedok umrah mandiri. (sam)

Komentar