Esamesta.com, Berita – Pemerintah Indonesia didesak untuk mencabut seluruh izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat. Hal ini dilakukan karena aktivitas pertambangan nikel yang terjadi di wilayah tersebut menyebabkan kerusakan berantai, mulai dari deforestasi hingga merusak terumbu karang dan mengancam kehidupan masyarakat lokal.
Menurut Ketua Auriga Nusantara Timer Manurung, investigasi yang dilakukan menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat menciptakan efek kerusakan yang sangat besar. Kerusakan lingkungan dan terumbu karang terjadi akibat tambang nikel di Raja Ampat, yang merupakan bagian dari segitiga karang dunia (coral triangle). Kawasan perairan ini memiliki keragaman hayati laut terkaya di bumi.
Konsesi-konsesi pertambangan nikel yang seluruhnya lebih dari 22.000 hektare merusak UNESCO Global Geopark di Raja Ampat. Ancaman ini juga mengancam 2.470 hektare terumbu karang, 7.200 hektare hutan alam, dan mata pencaharian lebih dari 64.000 penduduk yang tinggal di kabupaten seluas 3,66 juta hektare.
Raja Ampat dikenal sebagai Mahkota Keragaman Hayati Laut dan merupakan bagian dari segitiga karang dunia. Wilayah ini dihuni oleh 75% spesies terumbu karang perairan dangkal dan lebih dari 1.600 spesies ikan. Gugusan kepulauan ini juga menjadi habitat terbesar pari manta karang yang dihuni oleh masyarakat adat Papua dan komunitas lokal.
Pasca-protes publik, Pemerintah Indonesia mengumumkan pencabutan empat izin nikel di Raja Ampat pada Juni 2025. Namun, hingga saat ini tidak ada publikasi surat keputusan pencabutan izin tersebut. Pun, tidak terlihat rencana pemulihan lingkungan terhadap kerusakan yang telah terjadi. Bahkan, izin tambang nikel di Pulau Gag, yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia dari UNESCO Global Geopark, per 3 September 2025 dinyatakan terus beroperasi.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Tambang nikel di Raja Ampat merepresentasi ancaman yang dihadapi lebih dari 280 pulau kecil di Indonesia karena dibebani 380 izin pertambangan. Ancaman ini termasuk potensi kerusakan masif karena terdapat konsesi pertambangan nikel seluas lebih dari 22.000 hektare di Raja Ampat.
Dari total 7.761 hektare hutan alam di dalam pulau kecil berizin tambang nikel, 7.200 hektare atau 92% berada dalam izin tambang nikel. Pada radius 12 mil laut terdapat 6.700 hektare terumbu karang, dan 36% atau sekitar 2.400 hektare berada di dalam radius 5 kilometer atau berisiko tinggi terdampak pertambangan nikel.
Selain itu, terjadi peningkatan perluasan area tambang. Area yang ditambang di Raja Ampat pada 2020-2024 meluas tiga kali lebih cepat dibanding periode lima tahun sebelumnya. Terdapat ancaman terhadap biota laut terancam punah. Ancaman yang ditimbulkan sedimen nikel dan polusi suara akan berdampak terhadap biota laut seperti pari manta dan lima spesies penyu dilindungi.
Keterlibatan Masyarakat Lokal
Ada marjinalisasi ganda dimana lebih dari 64.000 penduduk setempat tidak dilibatkan secara penuh dalam penerbitan izin tambang nikel, sementara mereka menanggung dampak lingkungan yang terjadi. Tambang nikel juga berdampak pada penghancuran mata pencaharian penduduk. Nelayan tradisional menyatakan bahwa kebisingan dan getaran dari pertambangan telah mengusir ikan dan lumba-lumba.
Timer menilai adanya ketidakjelasan pencabutan izin. Meskipun Pemerintah Indonesia mengumumkan pencabutan empat izin tambang nikel, namun hingga saat ini tidak terdapat bukti otentik berupa surat keputusan yang dipublikasi—pencabutan izin-izin tersebut. Selain itu, adanya ketidakjelasan penanggung jawab terhadap pemulihan lingkungan yang telah terlanjur rusak.
Peran Pemerintah dan Keberlanjutan
Menurutnya, terdapat celah hukum dalam riwayat pencabutan izin ekstraksi di Indonesia. Pada banyak kejadian pencabutan izin sebelumnya, kerap pemilik izin menggugat pencabutan yang dilakukan pemerintah, dan pengadilan banyak memenangkan gugatan tersebut. Semestinya, pemerintah juga menetapkan area-area yang tidak boleh ditambang (no-go zones) di Indonesia.
Praktik pertambangan nikel ini selain mengancam status geopark dan juga akan berimbas terhadap pariwisata yang menjadi andalan ekonomi Raja Ampat yang pada 2023 mendatangkan 19.000 wisatawan. Eskalasi pertambangan nikel terjadi sebagai upaya Indonesia menjadi sejenis OPEC untuk komoditas nikel guna memenuhi permintaan global kendaraan listrik yang terus meningkat.
Penolakan dari Komunitas dan Organisasi
Analis Spasial Earth Insight Tiffany Hsu menuturkan Raja Ampat merupakan salah satu ekosistem laut paling kaya di planet ini. Akan tetapi, temuan kami menunjukkan bahwa ekosistem ini justru terancam oleh industri pertambangan nikel yang berbahaya terhadap terumbu karang, ekosistem laut secara keseluruhan, penduduk setempat.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas mengatakan kembali diberikan izin operasi kepada Gag Nikel menjadi kabar buruk bagi upaya #SaveRajaAmpat dari bahaya tambang nikel. Alih-alih mencabut semua izin tambang nikel yang membahayakan ekosistem kepulauan Raja Ampat, namun pemerintah malah mempertahankan Gag Nikel dan kini memberi lampu hijau untuk mereka lanjut beroperasi.
Senior Regional Campaign Strategist untuk Greenpeace Asia Tenggara Rayhan Dudayev menambahkan transisi energi kerap dijadikan dalih untuk menjustifikasi pertambangan mineral yang dilabeli kritis yang dalam praktiknya mengabaikan dampak-dampak lingkungan dan sosial. Dia mencontohkan seiring dengan masifnya tambang nikel di negara-negara Selatan seperti Indonesia, kawasan kaya keanekaragaman hayati seperti Raja Ampat terancam rusak. Ancaman tambang nikel mengintai kawasan yang kerap dijuluki sebagai surga terakhir di bumi. (sam)







