Kredit Bank Tetap Kuat, Ekspansi Korporasi dan Belanja Pemerintah Mendorong DPK

Esamesta.com, Bisnis – Sektor jasa keuangan di Indonesia tetap stabil meskipun menghadapi berbagai dinamika baik global maupun domestik. Hal ini terlihat dari pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang masih kuat. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan bahwa kinerja intermediasi perbankan tetap dalam tren positif.

Pertumbuhan Kredit Korporasi yang Signifikan

Salah satu motor utama pertumbuhan kredit berasal dari sektor korporasi, khususnya pembiayaan investasi. Menurut Sekretaris LPS Jimmy Ardianto, pertumbuhan kredit investasi korporasi pada Agustus 2025 mencapai 13,9% secara tahunan (year on year/yoy). Peningkatan ini menunjukkan bahwa dunia usaha semakin agresif dalam melakukan ekspansi dan investasi, yang akhirnya mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Secara keseluruhan, kredit perbankan tercatat meningkat 7,56% yoy per Agustus 2025. Jimmy menjelaskan bahwa kinerja tersebut didukung oleh pengelolaan risiko kredit yang tetap terkendali. Rasio Non Performing Loan (NPL) berada di level 2,28%, sedangkan Loan at Risk (LaR) menurun menjadi 9,73% dari total penyaluran kredit.

Baca Juga :  Belajar dari Kesalahan: 7 Dosa Finansial Milenial dan Solusi Cerdas

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Didorong Aktivitas Belanja

Pertumbuhan kredit juga didukung oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan. Pelaksana Tugas Ketua Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono menyebutkan bahwa DPK per Agustus 2025 tumbuh 8,51% yoy, didorong oleh aktivitas belanja pemerintah dan korporasi. “Ini berkontribusi positif pada pertumbuhan DPK produk giro yang meningkat 15,01% yoy,” kata Didik dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) LPS pada September 2025.

Kondisi ini menjadi penyangga penting bagi likuiditas bank sekaligus memperbesar kapasitas pembiayaan sektor usaha.

Stabilitas Perbankan Dipastikan Oleh OJK

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae memproyeksikan kinerja perbankan tahun 2025 tetap stabil. “Hal ini sejalan dengan langkah bank untuk tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit, khususnya pada segmen berisiko tinggi, namun tetap ekspansif pada sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian dan memiliki prospek baik,” ujar Dian.

Baca Juga :  Mau Cuci Mobil tapi Mager? Clean Car Wash Solusinya

Ia menambahkan, OJK terus memantau perkembangan dan berkoordinasi dengan industri perbankan agar layanan keuangan tetap optimal di tengah gejolak sosial-politik yang terjadi di beberapa wilayah.

Ketahanan Permodalan dan Likuiditas yang Kuat

Didik menambahkan bahwa sektor perbankan masih memiliki modal yang kuat untuk menahan potensi risiko. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) industri berada di 25,88% per Juli 2025, jauh di atas ketentuan minimum. Artinya, perbankan memiliki bantalan yang memadai untuk menghadapi gejolak pasar.

Likuiditas perbankan pun tetap longgar. Hingga Agustus 2025, rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) mencapai 120,24%, jauh di atas ambang batas 50%. Sementara rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) tercatat 27,25%, di atas threshold 10%.

Baca Juga :  Permintaan Berpotensi Pulih Jelang Akhir Tahun, Begini Prospek Emiten Batubara

Jaminan Simpanan Nasabah oleh LPS

Selain kondisi fundamental yang sehat, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan juga ditopang oleh keberadaan LPS. Jimmy menegaskan, sesuai amanat undang-undang, LPS menjamin simpanan hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.

Per Agustus 2025, LPS mencatat 99,94% dari total rekening di bank umum dijamin penuh atau setara dengan 651,58 juta rekening. Di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah, cakupan jaminan penuh mencapai 99,97% dari total rekening, atau sekitar 15,79 juta rekening.

Kesimpulan

Kredit yang tumbuh positif, likuiditas yang longgar, serta permodalan yang kokoh menjadi sinyal bahwa perbankan Indonesia berada pada jalur yang sehat. Ditambah dengan jaminan simpanan LPS, stabilitas keuangan nasional diyakini akan tetap terjaga dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi ke depan. (sam)