Esamesta.com, Bisnis – Dalam rangka memperkuat posisi industri nikel nasional, sejumlah perusahaan terkemuka di Indonesia mulai memperluas bisnisnya ke sektor nikel. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap dorongan pemerintah untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) dari hulu hingga hilir.
Peran Pemerintah dalam Hilirisasi Nikel
Pemerintah berkomitmen untuk membangun ekosistem baterai EV yang lengkap. Hal ini sejalan dengan program hilirisasi yang sedang dipercepat oleh Presiden Prabowo Subianto. Fokus utama dari hilirisasi ini adalah meningkatkan nilai tambah nikel guna mendukung rantai pasok produksi baterai EV di dalam negeri.
Menurut Rully Arya Wisnubroto, Head of Research and Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, kebijakan hilirisasi di era Presiden Prabowo Subianto akan menjadi kelanjutan dari program yang telah dijalankan selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Meskipun nikel menjadi fokus utama, ia menilai bahwa komoditas lain seperti bauksit juga memiliki potensi besar untuk mendukung teknologi baterai baru pengganti nikel.
Tantangan dan Peluang Investasi
Meski komitmen pemerintah terhadap hilirisasi masih kuat, tantangan investasi di sektor hilir tetap tinggi. Salah satu isu utama adalah kenaikan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang mencapai 7%. ICOR adalah rasio yang menunjukkan besarnya tambahan modal atau investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu unit output. Jika efisiensi investasi ini tidak segera diperbaiki, maka akan sulit untuk memacu pertumbuhan ekonomi lewat hilirisasi.
Perusahaan Nasional Beralih ke Sektor Nikel
Di tengah upaya tersebut, sejumlah perusahaan nasional mulai beralih bisnis menuju sektor nikel. Berikut beberapa emiten yang melakukan diversifikasi bisnis ke nikel:
PT Abadi Nusantara Hijau Investama Tbk (PACK)
PT Abadi Nusantara Hijau Investama Tbk (PACK) berencana menerbitkan obligasi wajib konversi (OWK) melalui mekanisme rights issue senilai Rp 3,25 triliun. Dana hasil aksi korporasi ini akan digunakan untuk mengakuisisi dua perusahaan tambang nikel.
Mengacu pada prospektus yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia, manajemen PACK menyebut OWK tersebut akan dikonversi menjadi sebanyak-banyaknya 32,58 miliar saham baru. Dana hasil rights issue setelah dikurangi biaya emisi akan digunakan untuk membeli 30% saham PT Konutara Sejati dan 34,5% saham PT Karyatama Konawe Utara.
PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)
PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mulai memperluas bisnisnya di luar batu bara dengan masuk ke segmen nikel. Langkah ini diwujudkan melalui akuisisi 9,6% saham PT Adhi Kartiko Pratama (NICE). Presiden Direktur ITMG, Mulianto, mengatakan ekspansi ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk berpartisipasi dalam pengembangan critical mineral yang mendukung elektrifikasi global.
Selain nikel, ITMG juga membuka peluang ekspansi ke komoditas lain seperti tembaga, bauksit, hingga emas. Namun, akuisisi masih dalam tahap observasi dan difokuskan pada aset di dalam negeri.
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga menegaskan komitmennya memperkuat hilirisasi nikel. Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, mengatakan perusahaan tengah mengembangkan rantai industri nikel yang terintegrasi, mulai dari tambang hingga daur ulang baterai.
Untuk mempercepat ambisi tersebut, Antam meneken enam kerja sama strategis dengan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), produsen baterai terbesar dunia. Kolaborasi ini mencakup pengolahan bijih nikel, pembangunan pabrik HPAL, hingga produksi sel baterai siap pakai.
Antam juga mendirikan PT Feni Haltim (FHT) di Halmahera Timur, Maluku Utara, bersama Hong Kong CBL Limited (HK CBL). FHT akan mengembangkan smelter pirometalurgi dan hidrometalurgi dengan kapasitas produksi yang signifikan.
Dalam laporan ke Bursa Efek Indonesia, Antam menegaskan penyertaan modal sebesar US$ 159,64 juta atau sekitar Rp 2,63 triliun ke FHT dilakukan untuk mendukung pembangunan fasilitas Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di Buli, Maluku Utara. (sam)







